Pieter Erberveld, sosok seorang bangsawan keturunan Eropa yang dihukum mati oleh VOC pada 1721 karena dianggap memimpin pemberontakan melawan VOC. Sebuah laporan resmi yang diterbitkan oleh intelijen VOC menyebutkan bahwa Pieter Erberverld dengan dukungan dari bangsawan Kesultanan Banten (Raden Kartadriya) dan seorang pemuda bernama Layek Sumbawa telah merencanakan pemberontakan besar melawan penguasa Belanda di Batavia. Ia berencana membunuh semua warga Belanda di Batavia pada 31 Desember 1721, tepat pada waktu pesta malam tahun baru 1722. Tetapi, rencana ini dibocorkan oleh budaknya dengan melaporkan rencana tersebut kepada VOC.
Namun selain cerita tadi, ada versi berbeda yang mengisahkan latar belakang perlawanan Pieter terhadap VOC, yaitu timbulnya konflik dikarenakan ketidakadilan atas tindakan VOC yang telah menyita ratusan hektar tanah miliknya. Alasan penyitaan tersebut ialah karena tanah milik Pieter tidak memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang. Kemudian, perlawanan Pieter pun mendapat simpati dari penduduk setempat. Lebih dari itu, ia bahkan berhasil menjalin kontak dengan beberapa bangsawan di Kesultanan Banten.
VOC kemudian mengirimkan Reeyke Heere (Komisaris VOC untuk urusan pribumi) untuk menangkap Pieter bersama teman – temannya (termasuk Raden Kartadriya & Layek Sumbawa). Akhirnya, Pieter pun dipenjara dan dipaksa untuk mengakui rencana pemberontakan tersebut. Pieter dipenjara selama 4 bulan, sebelum ia dan kelompoknya dijatuhi hukuman mati pada 22 April 1722 atas perintah Collage van Heemradeen Schepenen (Dewan Penyelenggara Negara).
Pieter bersama – sama dengan Raden Kartadriya dan 17 orang lainnya dihukum mati di Lapangan Selatan Benteng Batavia. Pada saat itu, hukuman mati biasanya dilakukan VOC dengan cara memenggal kepala korban atau menggantungnya di depan Taman Stadhuis. Tapi eksekusi mati terhadap Pieter dilakukan dengan sangat sadis. Tangan dan kaki Pieter diikat dengan tali, kemudian masing-masing tali tersebut diikatkan kepada empat ekor kuda yang menghadap empat penjuru. Lalu, dengan sekali hentakan, keempat kuda itu pun masing-masing berlari, sambil menarik tubuh Pieter yang terbelah atau terpecah menjadi empat bagian.
Kemudian, sebagai peringatan bagi orang-orang untuk tidak mengikuti tindakan Pieter Erberveld, pemerintah VOC memancung kepala Pieter Erberlveld dan menancapkannya pada tombak. Kepalanya dibiarkan menggantung tanpa disentuh. Sementara di tempat dimakamkannya Pieter Erberveld, pemerintah VOC membangun monumen yang dilengkapi dengan tembok batu dan tengkorak kepala Pieter yang tertusuk tombak. Pada monumen tersebut terpampang kalimat yang kurang lebih menyatakan:
“Sebagai kenangan dari pengkhianat Peter Erbervelt, tidak seorang pun kini boleh membangun, membuat, meletakkan bata atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722“
Karena sejarahnya, kampung ini lalu dinamakan sebagai Kampung Pecah Kulit. Sedangkan, monumennya sendiri telah dipindahkan lokasinya ke Museum Taman Prasasti.
Catatan: Gambar diambil dari sini
Untuk menuju kesini: silahkan lihat Peta Rute Commuter Line
Untuk menuju ke Stasiun Jayakarta maka ada beberapa rute yang bisa digunakan jika anda bepergian dari berbagai penjuru Jakarta. Stasiun transit ditandai dengan ( )
Dari Tangerang
Tangerang – (Duri) – (Kampung Bandan) – Jayakarta
Tangerang – (Duri) – (Manggarai) – Jayakarta
Dari Tangerang Selatan
Maja – Parungpanjang – Serpong – (Tanah Abang) – (Kampung Bandan) – (Jakarta Kota) – Jayakarta
Maja – Parungpanjang – Serpong – (Tanah Abang) – (Manggarai) – Jayakarta
Dari Bekasi dan Jatinegara
Bekasi – Jatinegara – Manggarai – Jayakarta
Jatinegara – (Kampung Bandan) – (Jakarta Kota) – Jayakarta
Dari Bogor
Bogor – Manggarai – Jayakarta
Waktu tempuh: kira – kira 5 menit jalan kaki ke arah Barat dari Stasiun Jayakarta
Silahkan lihat peta ilustrasi di taut ini