Setelah menunggu cukup lama di stasiun Tangerang karena hujan yang cukup deras. Akhirnya, hujanpun mulai mereda, namun kami masih tetap menunggu mengingat kalau jalan kaki saat itu, pasti baju akan basah banget. Ketika hujan mulai berhenti, kami lalu melangkah menuju tempat tujuan kami dengan berjalan kaki menyusuri Sungai Cisadane
Masih sempet mampir di dermaga kecil yang terletak di tepi Sungai Cisadane
Nggak jauh dari dermaga, kami lalu menuju Klenteng Boen Tek Bio, ternyata sedang ada keramaian, mungkin perayaan agama. Saya sempat mengkonfirmasinya sama penduduk setempat dan ternyata memang ada perayaan keagaman. Tapi ya sempet juga sih ngambil foto di depan Klenteng itu
Dari Klenteng tertua di Tangerang ini, lalu kita berjalan kaki ke Museum Benteng yang lokasinya nggak jauh berada di belakang Klenteng.Sampai sini tetap dong, foto itu sangat perlu sebagai bukti kalau kita pernah ke tempat ini
Setelah urusan pembayaran tiket masuk museum selesai (Rp. 20 ribu/orang), lagi – lagi foto itu menjadi momen penting yang tidak boleh dilewatkan
Dan, tepat pada pukul 13. Tour guide yang disediakan oleh pihak Museum memberikan penjelasan mengenai sejarah berdirinya Museum dan juga sejarah orang – orang China di Tangerang, termasuk bercerita sedikit soal Stasiun Tangerang dan juga kisah perebutan penumpang antara Oplet dan Kereta Api pada saat itu. Saya baru tahu, ada bioskop tertua di Tangerang yang lokasinya berada di belakang Klenteng dan saat ini berubah menjadi Wihara.
Nah, setelah mendengarkan penjelasan soal Museum dan sejarah orang – orang China selama hampir 1 jam, lalu kita berjalan kembali kea rah Pasar Lama buat mencari makanan. Pencarian makanan berakhir di salah satu rumah makan di kawasan Pasar Lama Tangerang di Ki Samaun
Yang namanya pertemuan biasanya memang diakhiri dengan perpisahan. Meski masih jalan bareng ke Stasiun Tangerang, tapi perpisahan kudu dilakukan di Stasiun Duri dan Stasiun Tanah Abang.
Terima kasih ya, buat semua yang sudah ikutan