Terimakasih atas sanggahan dari Anggara. Namun sanggahan dari Anggara tersebut tersebut jelas kurang update, kurang praktis, kurang mengerti lapangan, tidak cermat dan hanya berdasarkan teori.
Kurang Cermat
Tulisan Anggara ini melakukan kesalahan fatal dengan tidak memperhatikan baik-baik judul dan isi tulisan saya. JBT menitikberatkan jalur barat (Serpong) dan Timur (Bekasi). Padahal sudah jelas judul tulisan saya “Solusi Antrian Kereta Lintas Juanda-Manggarai“. Alangkah baiknya Anggara membuat tulisan lain yang berjudul (misalnya) “Solusi Kepadatan Jalur KA Timur-Barat” atau sekalian “Solusi Kepadatan Jalur KA Jakarta Raya” tanpa merujuk ke tulisan saya yang sudah sangat jelas merujuk ke salah satu lintas tertentu. Terkait tulisan saya yang kurang “luas”, ya itu sudah pilihan saya dalam membuat tulisan yang memfokuskan ke lokal tertentu.
Kurang Praktis
Sanggahan Anggara juga kurang praktis. Di saat tulisan saya menawarkan solusi lengkap dengan kelengkapan prasarana, JBT justru menyanggah dengan solusi yang mana kita harus membuat Dipo Kereta di BKS (jika KAJJ berhenti di Bekasi). Sementara tulisan saya menawarkan solusi dimana fasilitas (dipo Kereta JAKK) sudah siap.
Kurang Mengerti Lapangan
Anggara juga terindikasi kurang mengerti lapangan dengan menawarkan Bekasi sebagai pemberhentian terakhir KAJJ. Selain terkait fasilitas dipo Kereta, BKS juga kurang siap dalam sisi jumlah jalur. Sta Bekasi saat ini memiliki 5 jalur. Bayangkan 50 KAJJ di Gambir plus 22 KAJJ di Pasarsenen (termasuk KRD Lokal) mesti berebut 5 jalur di stasiun tersebut. Belum lagi 72 KAJJ tersebut mesti berebut (lagi) jalur dengan 58 perjalanan KRL dari Bekasi. Jika itu terjadi, antrian sinyal akan sangat parah di Kranji (sisi barat) dan Tambun (sisi timur)
Hanya Berdasarkan Teori
Harapan Anggara agar penumpang KRL bisa setertib penumpang KA di London, agaknya sulit terwujud. Membuat MRI sebagai Hub sudah pernah dicoba KCJ sekitar 2 tahun lalu. Dan terbukti gagal. Salah satu karakter Orang Indonesia adalah tidak mau bekerja keras alias suka praktis (Mochtar Lubis; Manusia Indonesia). Memotong perjalanan KA sangat tidak praktis. Bisa jadi penumpang KRL kembali ke angkutan (yang mau tidak mau harus kita akui) terpraktis yaitu sepeda motor. Sangat kontraproduktif dengan upaya “mengembalikan” para komuter ke angkutan umum.
Kurang Update
Yang terakhir ini menurut saya adalah yang paling fatal. Anggara tidak tahu bahwa DDT Manggarai-Cikarang baru saja dilanjutkan pengerjaannya oleh KAI 23 Juni 2014 silam. DDT ini merupakan solusi atas padatnya perjalanan KA Jakarta-Cikarang. Dengan adanya DDT diharapkan perebutan jalur antara KAJJ dan KRL di lintas Manggarai hingga Bekasi teratasi sehingga pemotongan rute KAJJ di Bekasi (ala Anggara) akan mubazir.
Kurang update yang kedua adalah Anggara tidak sadar KAI saat ini akan meningkatkan potensi angkutan barang. Andaipun (sesuai solusi JBT) KAJJ dihentikan di BKS, bukan berarti KRL sendirian menggunakan trek BKS-JNG-TPK. Akan ada musuh baru dalam perebutan jalur yaitu; KA Barang. Potensi tersebut sudah dimulai beberapa tahun lalu dengan dibangunnya Dry Port di Cikarang, sehingga ke depannya kontainer dari kapal tidak langsung dibawa truk trailer, melainkan dibawa KA Barang terlebih dahulu ke dry port (atau langsung ke daerah-daerah di pulau Jawa). Ini merupakan solusi mengurangi kemacetan di DKI dan jalur Pantura karena kepadatan jalan raya. Oh ya, Double Track Jakarta-Surabaya salah satunya juga mengincar potensi angkutan Barang.
Demikian jawaban saya atas sanggahan Anggara sebelumnya.
Andreas Lucky Lukwira
@A_Lucky_L
pengasuh akun @NaikUmum
Nanti, aku jawab satu2 ya hehehehe
LikeLike
jadi gimana nih, makin parah aja brentinya sblm masuk manggarai
LikeLike