Jika di tulisan pertama “Lesehan, Sebuah Awal“, dibahas awal mula lesehan di KRL, maka kini ayo kita bahas penanggulangannya. Tapi sebelum itu mengapa lesehan di KRL harus dihilangkan?
Benar sudah ada aturan naik KRL yang tidak membolehkan membawa kursi tambahan atau duduk di lantai. Itu aturan. Substansinya: agar kenyamanan penumpang naik KRL tetap terjaga. Tentu sih emang mengganggu jika KRL penuh terus ada yang duduk di kursi tambahan atau di lantai. Mengganggu karena bikin sempit.
Substansinya menggunakan bangku tambahan atau duduk di lantai akan mengganggu penumpang. Ini sebuah kesadaran yang mesti dibangun. Kesadaran akan adanya gangguan bagi orang lain sementara dirinya nyaman. Sekarang bagaimana menanggulanginya ?
Pertama tentu kereta yang tepat waktu dan lancar. Tepat waktu membuat penumpang tidak menunggu terlalu lama untuk setiap perjalanan. Penumpang tahu dengan pasti jam, menit keberangkatan KRL jadi bisa menyesuaikan diri sehingga pas datang ke stasiun. Bukan seperti sekarang, datang ke stasiun tanpa tahu jadwal KRL yang mau hendak digunakan.
Kemudian begitu sampai stasiun diumumkan ‘mohon maaf …….. yang seharusnya …..’ muncul kekesalan. Kekesalan tersebut secara psikologi membuat badan menjadi capai. Kaki rasanya tidak kuat menyangga badan. Begitu KRL datang, pasti penuhnya, naik terus duduk di bawah. Rasanya enak banget. Ya secara fisik memang enak. Secara psikologis juga: lesehan disebabkan kesal itu nikmat dan nyaman banget. Fisik yang lelah dan psikologis yang kesal membuat daya tarik duduk lesehan meningkat. Soal mengganggu orang lain itu soal lain lagi.
Kedua masinis melalui pengeras suara, ketika kereta hendak berangkat tapi juga bisa ketika kereta sedang bergerak, mengingatkan untuk ‘tidak duduk di bawah -lesehan- karena akan mengganggu, membuat sempit ruang’ atau sejenisnya. Ya seperti sekarang ini sering diingatkan oleh masinis soal ‘tiket dan barang bawaan anda jangan sampai tertinggal’ atau ‘tersedia tempat duduk prioritas untuk ibu membawa balita, ibu hamil, sakit atau berkebutuhan khusus’.
Pengumuman seperti itu berdampak dua. Satu mungkin ada penumpang yang belum tahu jika duduk lesehan itu dilarang karena mengganggu. Kedua, sesama penumpang bisa ikut mengingatkan mereka yang lesehan. Mengingatkannya bisa melalui: lirikan mata, tampilan muka, mencolek, menegur hingga jika perlu menginjak mereka yang melakukan lesehan. Tidak semua penumpang berani menegur mereka yang lesehan, Tapi dengan adanya pengumuman oleh masinis, akan tambah keberanian.
Dampak pengumuman oleh masinis melalui pengeras suara itu sudah sangat positif. Lihat saja jika ada pengumuman dari masinis mengenai tempat duduk prioritas, pasti tidak lama akan terjadi gerakan di sekitar tempat duduk prioritas. Bisa pergantian duduk atau sekedar memberikan ruang yang cukup kecil untuk ditawarkan bagi yang mau duduk.
Ketiga, apabila cara satu dan dua sudah dilakukan dan belum mempan karena masih banyak saja yang duduk lesehan, maka dapat dimanfaatkan petugas keamanan dalam (PKD) untuk menertibkan. Daripada petugas PKD hanya berdiri dan menambah sempit (tambah satu orang berdiri), lebih baik dimanfaatkan untuk mengingatkan para leseher untuk tidak duduk di lantai. Cara ketiga ini hanya bisa efektif bila cara satu dan dua dilaksanakan. Jika tidak maka PKD akan menjadi musuh bersama para leseher. Pun juga penumpang yang berdiri bisa saja jadi ikut membela para leseher karena memang kondisi nyatanya begitu. Maksudnya kereta telat banyak sehingga orang sudah capai (tentu juga kesal) berdiri menunggu lama di peron.
PT KCJ @CommuterLine tentu sangat bisa melakukan itu. Pekerjaan yang besar: membersihkan dan membuat steril stasiun saja mereka mampu. Ada contoh lain: penertiban penumpang duduk di atas gerbong. Rasanya belum lama kita mudah menyaksikan penumpang yang duduk di atas gerbong, sekarang sudah tidak ada lagi. Terutama untuk tujuan Serpong (termasuk Parung Panjang sampai Rangkas) dan Bogor, tidak terjadi di jurusan Bekasi, waktu dulu banyak penumpang yang duduk di atas gerbong. Alasan gerbong penuh juga tidak tepat karena duduk di atas itu tidak melihat apakah gerbong penuh atau tidak. Itu masalah kebiasaan. Upaya banyak dilakukan: semprot air, bikin palang, kasih cat dan sebagainya tidak begitu mempan. Tapi ketika stasiun ditata, KRL dibenerin, jadwal diperbanyak, tarif diubah, bisa hilang itu semua penumpang di atas gerbong.
Demikian usulan dan saran buat PT KCJ @CommuterLine untuk bisa menertibkan penumpang yang lesehan di commuter line.
Tentu ada satu dua kasus lesehan di KRL tidak mengganggu. Misalnya mereka lesehan ketika naik commuter line yang sedang kosong, pada jam yang tidak penuh, atau commuter line yang sedang gangguan :)). Kita tentu juga tidak memasalahkan hal tersebut karena intinya mereka tidak mengganggu atau mengurangi kenyamanan penumpang lain. (by Bibin)