Siapa yang bisa menyangkal kalau Stasiun Palmerah, yang setelah direnovasi itu megah, gemerlap, dan modern. Stasiun yang diresmikan pada 6 Juli 2015 dengan biaya 36 Miliar itu memang jadi contoh stasiun kereta modern di Jakarta.
Bersih, luas, dan rapi adalah kesan yang pertama kali hinggap di benak kita kalau memasuki lantai dua Stasiun Palmerah. Desainnya yang megah dengan pilar – pilar penyangga yang gagah ditambah atap berbentuk kanopi setengah lingkaran, stasiun yang dilengkapi dengan lift dan escalator ini diharapkan dapat menampung 50 ribu penumpang per hari.
Tak heran jika beberapa netizen menyampaikan kegembiraannya
//platform.instagram.com/en_US/embeds.js
plus bahkan ada yang foto – foto di Stasiun Palmerah
A photo posted by Linkan Letlora (@linkanletlora) on Jul 31, 2015 at 9:04am PDT
//platform.instagram.com/en_US/embeds.js
Tapi, tahukah kamu kalau Stasiun Palmerah juga memiliki sisi – sisi gelap dibalik seluruh kemegahannya? Kalau kamu belum tahu, maka kita coba uraikan satu persatu sisi – sisi gelapnya
Sisi Gelap Pertama, konon kabarnya jika Stasiun Palmerah ini dirancang untuk ramah terhadap ibu hamil, warga lanjut usia, dan penyandang disabilitas. Untuk itu akses yang disediakan untuk ibu hamil, warga lanjut usia, dan penyandang disabilitas adalah lift.
Masalahnya apakah ibu hamil, warga lanjut usia, dan penyandang disabilitas bisa mengakses untuk masuk ke stasiun sementara untuk masuk ke stasiun diperlukan naik tangga yang cukup tinggi
Coba kamu bayyangkan jika kamu lagi hamil atau kamu menemani teman kamu yang sedang hamil, apalagi hamil yang sudah cukup besar, apakah kamu atau temanmu mampu untuk naik tangga setinggi itu? Kalaupun mampu, tentu membutuhkan waktu yang cukup lama.
Belum lagi, apakah penyandang disabilitas dengan kursi roda bisa masuk ke pintu elektronik? Karena desain pintu elektronik jelas tidak ramah terhadap kursi roda. Pintu elektronik yang digunakan oleh PT KCJ tidak bisa mengadopsi orang yang membawa tas koper apalagi masuk dengan kursi roda.
Terus kalau gitu buat apa liftnya disediakan? Untuk masuk ke pintu elektronik saja susah padahal liftnya terletak setelah pintu elektronik menuju ke Peron. Lagipula selama dua kali pengamatan lift itu juga tidak beroperasi
Ini baru soal akses loh, belum lagi kalau bicara penyandang disabilitas bentuk lain, tidak cukup penanda yang tersedia bagi penyandang disabilitas lain misalnya tuna netra. Saya nggak lihat semacam marka untuk mereka di dalam stasiunnya.
Sisi gelap kedua, jika kamu sempat memperhatikan di peron, kita bisa menjumpai pilar – pilar tinggi yang kokoh untuk menopang bangunan di atasnya. Tapi silahkan perhatikan baik – baik batas antara pilar itu dengan garis aman yang ada di peron. Ruang diantara pilar dan garis aman itu cukup sempit sebenarnya dan ini punya peluang untuk membahayakan keamanan penumpang.
Padahal diadakannya garis aman berwarna kuning itu sebagai penanda agar penumpang bisa memperhatikan jarak aman dengan baik. Kalau kamu pernah naik @CommuterLine di jam – jam sibuk, sebaiknya kamu perhatikan baik – baik untuk tidak melintas diantara pilar dengan garis aman itu.
Sisi gelap ketiga, sebenarnya lebih ke tempat duduk. Kalau diperhatikan baik di peron satu ataupun dua, tempat duduk yang tersedia sangatlah minimal. Sepanjang pengamatan hanya tersedia di dekat bangunan stasiun lama atau dekat ruangan PKD. Peron memang bukan tempat duduk – duduk akan tetapi bagus juga disediakan secara memadai minimal untuk ibu hamil, warga lanjut usia, ataupun penyandang disabilitas lainnya
Ada baiknya jika stasiun – stasiun lain yang mau direvitalisasi atau yang sedang dibangun dapat memperhatikan kebutuhan dari ibu hamil, warga lanjut usia, penyandang disabilitas, dan ibu dengan balita, khususnya untuk akses masuk ke stasiun dan juga pintu – pintu elektroniknya