Katanya sih, budaya antri itu mencerminkan kondisi faktual dari sebuah bangsa. Kalau masyarakatnya nggak mau antri, bisa dipastikan kalau pengelolaan negaranya juga sama nggak beresnya. Dari satu sisi, budaya antri sebenarnya sudah mulai terbangun diantara para penumpang KRL. Saya bilang mulai ya, belum bener2 mau antri.
Awalnya waktu lagi mampir di Stasiun Juanda, saya coba iseng nanya penjualan tiket KMT dalam bentuk gelang dan stiker. Sayangnya nggak ada, yang ada cuma tiket KMT yang ukurannya segede kartu ATM berwarna putih. Masih mikir mau belinya, karena sebenernya saya ngincer KMT stikernya.
Karena nggak ada, mata saya langsung memandang orang – orang yang pada antri mau beli tiket. Baru ngeh kalau ternyata ada garis antrian. Sejenak saya coba mengamati, nggak ada yang benar – benar tahu ada garis antrian berwarna kuning di depan loket.
Intinya sih sebenarnya garis ini cuma buat negesin, kalau orang di depan loe belum kelar beli tiketnya jangan terlampau deket sama orang di depan loe. Problemnya penumpang cuek dan petugasnya juga nggak ada yang ingetin. Mungkin sibuk banget sampai juga lupa ada garis antrian.
Ya begitulah, yang ada dan baik nggak diikutin dengan baik
Duh, masss… Ini problem citizen se-semesta Indonesia Raya deh, kayaknya š
LikeLike